Mentri LHK,Gubernur & Walikota Perlu Segera Sangsi PT.Candra Asri Alkali (CAA)

63

CILEGON,- Medianews.co.id,- Kegaduhan dan keresahan masyarakat terkait persoalan pembangunan PT.Candra Asri Alkali (CAA) yang saat ini tengah digugat warga Kota Cilegon ke Pengadilan Negeri Serang atas Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena diduga melakukan kegiatan usaha sebelum/tanpa terlebih dahulu memiliki perizinan AMDAL, Ijin Lingkungan mendapatkan tanggapan dan reaksi dari tokoh Akademisi sekaligus mantan aktifis serikat pekerja industri kimia di Kota Cilegon H. Juju Adiwikarta.

H.Juju yang merupakan Dekan Fakultas Teknik Industri dan Teknik Kimia Al Khairiyah ini, menyampaikan bahwa dengan adanya perkara gugatan hukum yang sedang berproses di Pengadilan saat ini sebaiknya semua pihak menghormati proses hukum tersebut, terutama kepada pihak CAA agar menghentikan dan tidak melanjutkan kegiatan usahanya terlebih dahulu _Status Quo.

“Hal tersebut dalam rangka menghormati proses hukum yang tengah berjalan dan paling tidak sebagai warga negara yang baik kita perlu sama sama menghormati sampai proses hukum tersebut benar-benar selesai _inccrraht_ .Hal ini agar tidak menimbulkan kegaduhan yang dapat memicu gejolak serta keresahan lebih luas lagi di masyarakat dan agar tidak mengganggu iklim serta kondusifitas investasi yang lain di Kota Cilegon yang selama ini baik-baik saja,” ujarnya. Minggu (23/6/2024).

Di lain pihak guna melindungi dan menenangkan masyarakatnya, H.Juju yang merupakan aktivis Serikat Pekerja Industri Kimia Cilegon juga mendesak agar Menteri LHK, Gubernur sampai Walikota Cilegon dapat menegakan kepastian hukum dengan cara memberikan sangsi Administrasi, Penghentian Paksa sampai upaya Pemulihan Media Lingkungan kepada pihak Pemrakarsa dalam hal ini kepada pihak ( CAA ). Karena CAA diduga telah melakukan kegiatan usaha sebelum / tanpa adanya perizinan AMDAL dan Ijin Lingkungan.

“Tentunya kegiatan usaha atas nama investasi atau atas nama apapun harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku khusunya tentang perizinan, apalagi CAA itu kan industri Petrokimia, tentu tidak boleh ugal-ugalan dan sembarangan dalam menyikapi kepatuhan terhadap ketentuan dan aturan tentang Lingkungan Hidup (LH),” ujarnya.

“CAA telah mulai melakukan kegiatan usahanya yaitu dengan melakukan Land Preparation /Mengurukan dan pemadatan besar-besaran di atas lahan seluas 35 Ha, mengunakan material urug tanah dan pasir curah dengan perkiraan volume 850.000 M3 yang sudah dilakukan sejak tanggal 23 September 2023 sampai dengan tanggal. 31 Mei 2024.dengan nilai perkiraan 170 Milyar dan telah dilaksanakan oleh Joint operation (JO) PT.PP dan PT.SGI, sebelum /tanpa adanya perizinan AMDAL atau ijin lingkungan terlebih dahulu,” sambungnya.

Oleh sebab itu Mentri LHK, Gubernur dan Walikota perlu menerapkan ketentuan UPPLH32 Tahun 2009, Tentang Lingkungan Hidup dengan cara konstitusional yaitu memberikan sangsi administratif, kemudian Penghentian paksa kegiatan usaha CAA, dan selanjutnya memberikan sangsi kepada CAA untuk melakukan Pemulihan Media Lingkungan (Lokasi yang sudah di Land preparation/ sudah di urug dan di padatkan agar dipulihkan dan di rehabilitasi dikeruk kembali untuk di kembalikan seperti semula), termasuk potensi pengenaan pembayaran denda kepada Negara. Oleh sebab itu Kementerian LHK, Gubernur dan Walikota Cilegon perlu tegas melakukan penindakan atas dugaan adanya pelanggaran tersebut antara lain dengan cara sebagai berikut :

Baca juga  Dalam Rangka Cerdaskan Anak Bangsa Sanuji  Pentamarta Ajak Stakeholders Dukung MDTA

“_Pertama__ : Menerapkan secara tegas sanksi administratif dimana intinya dari penegakan hukum administrasi yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap ketidak patuhan pada norma hukum administrasi negara, yang memiliki unsur meliputi alat kekuasaan ( _machtsmiddelen_ ), bersifat hukum publik ( _publiekrechtelijk_ ), digunakan oleh penguasa ( _overheid_ ), dan sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan ( __reactive op niet-naleving)_ _dan :
tentunya sangsi administratif itu dianggap sebagai sarana hukum publik berupa penjatuhan beban oleh pemerintah kepada rakyatnya sebagai respons atas ketidaktaatan terhadap kewajiban yang muncul dari peraturan perundang-undangan,” terangnya.

” _Kedua:_ Jenis sanksi dalam hukum administrasi negara meliputi: Paksaan pemerintahan (_ _bestuursdwang_ );
Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi):
Denda administrasi ; Uang paksa ( _dwangsom_ ).
Paksaan pemerintahan ( _bestuursdwang_ );
merupakan tindakan nyata ( _feitelijk handeling)_ oleh penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau bila masih melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan karena bertentangan dengan undang-undang,” lanjut H. Juju.

” _Ketiga_ : Pemulihan atau Rehabilitasi Lokasi, dimana paksaan pemerintah merupakan contoh dari sanksi reparatoir, yakni sanksi atas pelanggaran norma yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan kondisi hukum. Dengan kata lain, mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran sebagaimana Permen LH 2/2013.
Dalam UU PPLH dan Permen LH 2/2013 yang mendifinisikan paksaan pemerintah diartikan sebagai sebuah tindakan hukum ( _rechtelijk handelen_ ), yang disertai dengan adanya tindakan nyata ( _feitelijk handelen)._ Dasar Hukum Paksaan Pemerintah jelas tertuang dalam Pasal 508 ayat (1) PP 22/2021 yang merupakan peraturan pelaksana UU PPLH bahwa (1) Sanksi Administratif berupa: teguran tertulis; paksaan pemerintah: denda administratif;
pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau
pencabutan Perizinan Berusaha. Ketentuan lain sanksi administratif berupa paksaan pemerintah ini sebelumnya diatur dalam Pasal 76 UU PPLH. dimana. bunyi Pasal 76 UU PPLH diubah oleh Pasal 22 angka 28 UU Cipta Kerja dan kini aturan mengenai paksaan pemerintah diatur lebih spesifik dalam PP 22/2021,” bebernya.

H. Juju juga menegaskan bila Penerapan Sanksi Paksaan Pemerintah dalam Lingkup PPLH diterapkan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan perintah dalam teguran tertulis dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam hal ini tentunya kepada pihak CAA sebagai Pemrakarsa.

“Jadi kami mendesak Kemen LHK, Gubernur dan Walikota untuk Tegak lurus menegakan aturan demi kepastian hukum yaitu menerapkan kewajiban sangsi kepada CAA atas ketentuan perundang-undangan yang berlaku guna menjaga kondusifitas iklim investasi di Kota Cilegon serta meredakan keresahan dan kegaduhan di masyarakat,” tegasnya.

“Iklim dan kondusifitas investasi di Kota Cilegon selama lebih dari 40 tahun ini sudah terjaga dan terkonsolidasi dengan baik, jangan kemudian misalkan akibat CAA yang merasa kuat kemudian terkesan ugal-ugalan melabrak aturan itu , mengganggu kesejukan harmonisasi masyarakat dan industri yang selama ini telah terjalin dengan baik,” imbuh H. Juju

“Jadi kami meminta agar Kemen LHK, Gubernur dan Walikota agar menegakan hukum dengan baik dan tegas,” tandasnya. (*/)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini