Cilegon,- Medianews.co.id,- Perusahaan konstruksi asing asal China, China Chengda Engineering Co., Ltd (Chengda), tengah menjadi sorotan. Perusahaan yang terlibat dalam pembangunan pabrik petrokimia PT Chandra Asri Alkali (CAA) di Kecamatan Citangkil, Kota Cilegon itu diduga melakukan sejumlah pelanggaran hukum dan regulasi konstruksi di Indonesia.
Dekan Fakultas Teknik Industri Universitas Al-Khairiyah, H. Juju Adiwikarta, mengungkapkan bahwa Chengda, yang berstatus sebagai Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA), diduga tidak memenuhi sejumlah ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
“Sebagai BUJKA, Chengda harus tunduk pada peraturan yang berlaku, termasuk kewajiban memiliki kantor perwakilan sah di Indonesia dengan direktur warga negara Indonesia serta kepemilikan saham maksimal sesuai ketentuan,” ujar H. Juju dalam keterangan pers yang diterima Redaksi Medianews.co.id,-, Selasa, 20 Mei 2025.
Dugaan Pelanggaran Berlapis Menurut Juju, Chengda diduga belum memiliki badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU Perseroan Terbatas (UU No. 40/2007).
“Selain tidak memiliki kantor perwakilan sah, Chengda juga diduga belum memenuhi klasifikasi dan sertifikasi yang diatur Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), baik untuk dirinya maupun subkontraktor lokalnya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti keberadaan tenaga kerja asing asal Tiongkok dalam proyek tersebut. Menurutnya, pengerahan tenaga asing tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
“Pembangunan proyek ini ada di Kota Cilegon, daerah yang penganggurannya masih tinggi di Provinsi Banten. Jangan sampai ada ketimpangan karena masyarakat lokal tidak diberdayakan,” tegas Juju.
Warga diminta tempuh jalur hukum atas dasar itu, Juju mengajak masyarakat untuk turut mengawasi proyek konstruksi berskala nasional ini. Ia juga menyerukan agar masyarakat tidak ragu menempuh jalur hukum jika menemukan pelanggaran dalam proses pelaksanaan proyek.
“Jika benar ada pelanggaran, maka masyarakat dan pelaku jasa konstruksi berhak mengajukan gugatan hukum ke pengadilan. Negara kita negara hukum. Tidak boleh ada kekerasan atau premanisme,” ujarnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik, khususnya di bidang konstruksi dan ketenagakerjaan. Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat mengawasi proyek ini demi memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Red.